Saturday, 13 September 2014

Makalah Asal Usul Nenek Moyang Indonesia



KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan karuniaNyalah, Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik, tepat pada waktunya . Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran IPS Sejarah dengan judul Asal Usul Nenek Moyang Indonesia. Dengan membuat tugas ini kami diharapkan mampu untuk lebih mengenal tentang Asal Usul Nenek Moyang Indonesia .

Kami sadar, sebagai seorang pelajar yang masih dalam proses pembelajaran, penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan karya ilmiah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.

Harapan kami, semoga makalah yang sederhana ini, dapat memberi kesadaran tersendiri bagi generasi muda bahwa kita juga harus mengetahui Asal Usul dan Perkembangan nenek moyang kita di Indonesia .



Penyusun










DAFTAR ISI
Halaman Kover………………………………………………………………………
Kata Pengantar………………………………………………………………………
Daftar Isi  …………………………………………………………………………..

BAB II PEMBAHASAN
A. Kehidupan Pada Masa Pra Aksara Di Indonesia…………………………………
B. Sejarah Terbentuknya Kepulauan Indonesia…………………………………….
C. Kebudayaan Masyarakat Pra Aksara……………………………………………
D. Perkembangan Teknologi Purba ………………………………………………..
E. Jenis-Jenis Manusia Purba………………………………………………………
F. Mengenal Api …………………………………………………………………………
G. Dari Berburu Sampai Bercocok Tanam ………………………………………………
H. System Kepercayaan…………………………………………………………………..

 BAB III PENUTUP
A.  Kesimpulan………………………………………………………………………………
B.  Saran…………………………………………………………………………………….
Daftar pustaka………………………………………………………………………………











BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
            Indonesia adalah bangsa yang sangat besar, tetapi banyak masyarakat yang tidak tahu akan nenek moyang bangsa Indonesia sendiri. Dengan semakin berkembangnya zaman, semakin banyak masyarakat yang tidak perduli akan sejarah nenek moyangnya sendiri . Hal ini mengakibatkan Sumber Daya Manusia di Indonesia masih di ragukan . berangkat adri permasalahan ini, kami ingin membahas tentang Asal Usul Nenek Moyang Indonesia .

1.2. Perumusan Masalah
Atas dasar penentuan latar belakang dan identiikasi masalah diatas, maka kami dapat mengambil perumusan masalah sebagai berikut:
  1. Bagaimana Kehidupan Pada Masa Pra Aksara di Indonesia?
  2. Menjelaskan Sejarah Terbentuknya Kepulauan Indonesia?
  3. Menjelaskan Kebudayaan Masyarakat Pra Aksara?
  4. Menjelaskan Perkembangan Teknologi Purba
  5. Menjelaskan Jenis – Jenis Manusia Purba
  6. Menjelaskan Mengenal Api.
  7. Menjelaskan Sistem Kepercayaan

1.3. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini dilakukan untuk dapat memenuhi tujuan-tujuan yang dapat bermanfaat bagi para remaja dalam pemahaman tentang Asal Usul dan Persebaran Manusia di Kepulauan Indonesia.




BAB II
PEMBAHASAN

A.  Kehidupan Pada Masa Pra Aksara di Indonesia
Masyarakat Indonesia berasal dari Yunan, yaitu suatu daerah yang terletak di Myanmar (Birma). Pada waktu berpindah dari Yunan ke Indonesia, mereka belum mengenal tulisan. Oleh karena itu, mereka disebut masyarakat pra aksara. Tujuan perpindahan mereka adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka hidup secara nomaden, yaitu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Tempat – tempat yang menjadi tujuan mereka adalah tempat yang menghasilkan bahan makanan. Salah satu tempat yang menjadi tujuan mereka adalah Indonesia. Untuk mencapai Indonesia tidak terlalu sulit karena pada waktu mereka berpindah, wilayah Indonesia masih menyatu dengan daratan Asia. Hal ini dibuktikan dengan persamaan fauna (binatang) yang hidup di Indonesia dan daratan Asia.
Ketika sampai di Indonesia, mereka masih hidup secara nomaden. Lama kelamaan, kehidupan mereka mengalami kemajuan. Mereka mulai mengenal sistem bercocok tanam. Untuk keperluan bercocok tanam, mereka mulai menetap sementara. Setelah selesai bercocok tanam, mereka berpindah ke tempat lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Di tempat yang baru, mereka akan bercocok tanam dan hidup menetap sementara. Akhirnya, mereka akan kembali ke tempat semula apabila musim panen telah tiba. Kehidupan ini dilakukan secara terus menerus. Oleh karena itu, mereka disebut sebagai masyarakat semi nomaden.
Kehidupan mereka terus berkembang dan akhirnya mereka mulai hidup menetap di suatu tempat. Untuk mempertahankan hidupnya, mereka tidak semata – mata bergantung kepada apa yang disediakan alam. Mereka mulai mengenal sistem pertanian dengan menanam berbagai jenis tanaman dan mulai memelihara ternak. Di samping itu, mereka mulai hidup secara bersama sehingga terbentuklah masyarakat pra sejarah. Mereka saling membantu dalam mempertahankan hidup dan kehidupannya. Misalnya, untuk menangkap binatang buruan, mereka lakukan secara bersama – sama.
Untuk memudahkan cara memenuhi kebutuhan, masyarakat pra aksara mulai mengenal dan membuat peralatan. Alat – alat itu terbuat dari batu, tulang, kayu, atau logam. Alat – alat tersebut ada yang sangat kasar, agak halus, dan sangat halus bentuknya. Di samping itu, ada yang bulat, pipih, runcing, kecil, dan besar. Bentuk dan jenis alat – alat itu sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hidupnya. Sisa – sisa peralatan yang terbuat dari tulang dan kayu, umumnya telah membatu (menjadi batu) atau sering disebut fosil. Sisa – sisa peninggalan ini disebut sebagai hasil kebudayaan fisik (materi).
Masyarakat pra aksara sudah mengenal kepercayaan animisme dan dinamisme. Animisme adalah kepercayaan bahwa setiap benda memiliki roh atau jiwa. Sedangkan dinamisme adalah kepercayaan bahwa setiap benda memiliki kekuatan gaib. Aliran kepercayaan ini disebut sebagai kebudayaan rohani.

B. Sejarah Terbentuknya Kepulauan Indonesia

Indonesia dengan luas wilayah 1.990.250 Km2 yang secara geografis terletak diantara dua benua (Benua Asia dan Benua Australia) dan dua Samudra (samudra Hindia dan samudra Pasifik). Indonesia juga merupakan Negara kepulauan yang memiliki 13.478 buah pulau, jumlah tersebut adalah jumlah yang didaftarkan ke PBB, yang diidentifikasi berdasarkan metode dan definisi konvensi PBB.
Secara zoogeografi, Indonesia dipisahkan oleh garis Wallace, garis ini memisahkan bagian barat (Oriental region; Indo-malayan sub region) dan bagian timur (Australian region; Austro-malayan subregion). garis ini terletak antara pulau Bali dan pulau Lombok di selatan dan antara pulau Borneo dan pulau Sulawesi di Utara. Bagian barat termasuk di; pulau Sumatra, pulau Jawa dan pulau Borneo (wilayah Indonesia disebut Kalimantan) serta pulau-pulau kecil di sekitarnya, sedangkan pada bagian timur terdapat; pulau Sulawesi, Irian Jaya, pulau Sumbawa, pulau Flores, pulau Sumba dan pulau-pulau kecil yang terdapat di sekitarnya. Hal ini dikarenakan fauna yang terdapat di Indonesia merupakan fauna yang sama tipenya dengan fauna yang berasal dari benua Asia dan benua Australia.
Sedangkan secara fitogeografi, Indonesia termasuk ke dalam Paleotropical kingdom; Indo-malaysian subkingdom; Malaysian region (Lincoln et al, 1998). Perbedaan penyebaran fauna dan flora secara geografis ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan masing-masing dalam melakukan pemencaran dan barriernya. Hewan senantiasa memiliki suatu luas jelajah tertentu dan terutama hewan terrestrial, yang dibatasi oleh barrier-barrier geografis. Sedangkan tumbuhan memiliki distribusi yang luas dengan cara pemencaran yang beragam.
Kenapa fauna yang terdapat di bagian barat garis Wallace memiliki typical yang berbeda dengan yang terdapat di bagian timur? Apa factor utama yang menyebabkan hal ini?
Tulisan kali ini akan membahas tentang sejarah terbentuknya wilayah Indonesia secara geografis, sehingga pertanyaan kita tentang pengaruh benua Asia dan Australia dalam fauna dan flora di Indonesia dapat dipahami dengan lebih mendetail.

  1. Rodinia (1200 Mya)
Pada 1200 juta tahun lalu, seluruh daratan yang ada di bumi tergabung menjadi super benua yang dinamakan dengan Rodinia. Rodinia berada pada Era Neoproterozoic. Berdasarkan rekonstruksi ulang yang dilakukan oleh beberapa ahli, Rodinia tersusun dari beberapa Craton; Craton Amerika utara (yang nantinya akan terpisah dan menjadi Laurasia), Craton ini dikelilingi oleh craton lainnya, pada bagian tenggara craton Eropa Timur, craton Amazonia dan craton Afrika barat. Pada bagian selatan, Rio plato dan San Fransisco, sedangkan pada bagian barat daya; craton Kongo dan craton Kalahari. Pada bagian timur laut; craton Australia, craton India dan craton Antartica. Sedangkan untuk craton Siberia, craton china utara dan selatan, para ahli memiliki perbedaan pendapat untuk rekonstruksi craton ini
.Pada super benua Rodinia, kita melihat bahwa Australia pada era ini, sudah mulai terpisah dari daratan lain, sehingga dinamakan craton Australia.

  1. Gondwana dan Laurasia (650 Mya)
Karena pergerakan kerak bumi, Rodinia terpisah menjadi dua super benua yaitu Gondwana dan laurasia. Bagian-bagian yang akan membentuk Indonesia termasuk ke dalam super benua Gondwana, juga Australia. Pada masa ini pulau Papua sudah terpisah dari Australia. Sedangkan pulau-pulau lainnya dari Indonesia masih tergabug dalam craton China Utara.

  1. Pangea (306 Mya)
Juga merupakan super benua yang terbentuk dari bersatunya Gondwana dan Laurasia. pada era Paleozoic, era setelah Neoproteozoic. Saya ingin membahas dalam tulisan terpisah mengenai perbedaan Rodinia dan Pangea. Sekitar tahun ini beberapa pulau dari Indonesia sudah mulai terpisah dari craton China Utara, para ahli menyebutnya dengan Malaya. Pada era ini craton China Utara dan craton China Selatan masih terpisah.

  1. Periode Cretaceous (94 Mya)
Periode Cretaceous termasuk ke dalam Era Mesozoic, pada periode ini China utara dan China selatan sedah menyatu dan mulai membentuk Benua Asia. Begitu juga dengan Malaya, juga bersatu ke dalam Benua ini.

  1. Periode Tertiary (50 Mya)
Periode ini juga termasuk ke dalam Era Cenozoic, pada periode ini Indonesia mulai terbentuk. Pulau Sumatra, Jawa dan Borneo masih terpisah jauh dengan pulau Papua. Bagaimana dengan Sulawesi, berdasarkan pendapat para ahli, Pulau Sulawesi terbentuk dari pulau-pulau kecil bagian dari daratan  Asia, daratan Australia dan pulau-pulau kecil yang awalnya berada pada samudra Pasifik, yang disebabkan oleh pergerakan kulit bumi, pulau-pulau ini kemudian membentuk Sulawesi.
Jadi, pulau-pulau cikal bakal dari kepulauan Indonesia mulai terbentuk sekitar 50 juta tahun lalu (Mya).Pada Periode Quaternary (sekitar 2 juta tahun yang lalu- sekarang) itulah proses utama pembentukan kepulauan Indonesia. sekitar 1 juta tahun yang lalu, pada saat Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Pulau Bali, Pulau Borneo masih menyatu dengan Semanjung Asia, disebut dengan “Paparan Sunda”. Paparan sunda  ini terpisah oleh naiknya permukaan air laut, mulai dari 20,000 tahun yang lalu sampai sekarang, dengan permukaan air laut yang naik/turun karena dipengaruhi oleh suhu Bumi dan Glacier, beberapa kali pulalah Paparan sunda ini terpisah menjadi beberapa pulau, kemudian menyatu kembali, dan terpisah kembali secara berulang-ulang, sampai kita lihat pada saat sekarang ini.
Penjelasan ringkas ini, menggambarkan bahwa asal dari pulau-pulau yang terdapat di Indonesia berbeda-beda. Pulau Papua yang berasal dari craton Australia dahulunya, dan telah terbentuk beberapa juta tahun lalu, sebelum terbentuknya pulau lain di Indonesia. Pulau Sumatra, Jawa dan Borneo yang merupakan bagian dari craton China Utara, yang kemudian akibat pergerakan kulit bumi membentuk daratan Asia, dan pada Periode Tertiary, pulau Sumatra, Jawa dan Borneo terpisah. Berdasarkan rekonstruksi ini, kita bisa melihat darimana asal Fauna dan Flora yang terdapat di Indonesia. sehingga Fauna yang terdapat pad pulau Sumatra, Jawa dan Borneo memiliki karakter yang sama dengan yang terdapat di benua Asia, begitu juga denga pulau Papua yang berasal dari craton Australia.
Sedangkan pulau unik Sulawesi yang terbentuk dari gabungan beberapa daratan Asia, Australia dan beberapa pulau dari Samudara Pasifik, menyebabkan pulau ini memiliki fauna yang unik dan khas.
Wallace menyatakan perbedaan antara bagian timur dan Barat Indonesia dengan suatu garis, berdasarkan kepada hal ini dan juga berdasarkan observasi dan penelitian-penelitian yang dilakukannya.
Pulau Irian Jaya dan Kalimantan : Keduanya memilki kesamaan proses terbentuknya, mereka terbentuk dari pecahan super benua pada awal terbentuknya permukaan bumi, sesuai teori Plate Tectonic yang menyebutkan bahwa dahulu seluruh daratab di muka bumi ini adalah satu daratan yang maha luas bernama Pangea lalu terpecah menjadi dua yaitu Godwana(di Selatan) dan Laurasia(di Utara). Seiring waktu berjalan kedua lempeng besar tersebut terpecah-pecah kembali menjadi pecahan benua-benua seperti sekarang ini, Asia, Afrika, Amerika, Australia, dulunya adalah satu pualu besar.
Pulau-pulau kecil, contonhnya Kep. Seribu dll : Proses terbentuknya pulau-pulau ini, sangat sederhana dibanding yang lain. Mereka berasal dari endapan pecahan kerang, koral dan binatang laut lainnya. Semakin lama semakin besar, dan akhirnya terbentuklah sebuah pulau baru.
Kurang lebih seperti itulah cara terbentuknya pulau-pulau di Indonesia. Maaf jika di awal, saya sedikit mengulas tentang tektonik lempeng. Hal ini bertujuan agar pembaca yang sama sekali buta tentang Geologi tetap dapat mencerna penjelasan ini dengan baik. Di akhir, saya juga ingin mengingatkan kepada pembaca sekalian agar selalu waspada terhadap bencana yang sewaktu-waktu dapat menimpa tanpa aba-aba sebelumnya.

C.   KEBUDAYAAN MASYARAKAT PRA AKSARA

Zaman pra aksara dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:
  1. zaman batu, dan
  2. zaman logam.
Pembagian itu didasarkan pada alat – alat atau hasil kebudayaan yang mereka ciptakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupannya. Secara skematis, pembagian zaman pra aksara dapat digambarkan sebagai berikut:
Disebut zaman batu karena hasil – hasil kebudayaan pada masa itu sebagian besar terbuat dari batu, mulai dari yang sedernaha dan kasar sampai pada yang baik dan halus. Perbedaan itu merupakan gambaran usia peralatan tersebut. Semakin sederhana dan kasar, maka peralatan itu dikatakan berasal dari zaman yang lebih tua, dan sebaliknya.
Zaman batu sendiri dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu:
  1. zaman batu tua (paleolitikum),
  2. zaman batu tengah (mesolitikum), dan
  3. zaman batu muda (neolitikum).
Di samping ketiga zaman batu itu, juga dikenal zaman batu besar (megalitikum).
Beberapa hasil kebudayaan dari zaman paleolitikum, di antaranya adalah kapak genggam, kapak perimbas, monofacial, alat – alat serpih, chopper, dan beberapa jenis kapak yang telah dikerjakan kedua sisinya. Alat – alat ini tidak dapat digolongkan ke dalam kebudayaan batu teras maupun golongan flake. Alat – alat ini dikerjakan secara sederhana dan masih sangat kasar. Bahkan, tidak jarang yang hanya berupa pecahan batu. Beberapa contoh hasil kebudayaan dari zaman paleolitikum dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Chopper merupakan salah satu jenis kapak genggam yang berfungsi sebagai alat penetak. Oleh karena itu, chopper sering disebut sebagai kapak penetak. Mungkin kalian masih sulit membayangkan bagaimana cara menggunakan chopper. Misalnya, kalian akan memotong kayu yang basah atau tali yang besar, sementara kalian tidak memiliki alat pemotong, maka kalian dapat mengambil pecahan batu yang tajam. Kayu atau tali yang akan dipotong diletakan pada benda yang keras dan bagian yang akan dipotong dipukul dengan batu, maka kayu atau tali akan putus. Itulah, cara menggunakan kapak penetak atau chopper.
Contoh hasil kebudayaan dari zaman paleolitikum adalah flake atau alat – alat serpih. Hasil kebudayaan ini banyak ditemukan di wilayah Indonesia, terutama di Sangiran (Jawa Tengah) dan Cebbenge (Sulawesi Selatan). Flake memiliki fungsi yang besar, terutama untuk mengelupas kulit umbi – umbian dan kulit hewan.
Perhatikan salah satu contoh flake yang ditemukan di Sangiran dan Cebbenge.
Pada Zaman Paleolitikum, di samping ditemukan hasil – hasil kebudayaan, juga ditemukan beberapa peninggalan, seperti tengkorak (2 buah), fragmen kecil dari rahang bawah kanan, dan tulang paha (6 buah) yang diperkirakan dari jenis manusia. Selama masa paleolitikum tengah, jenis manusia itu tidak banyak mengalami perubahan secara fisik. Pithecanthropus Erectus adalah nenek moyang dari Manusia Solo (Homo Soloensis). Persoalan yang agak aneh karena Pithecanthropus memiliki dahi yang sangat sempit, busur alis mata yang tebal, otak yang kecil, rahang yang besar, dan geraham yang kokoh. Di samping ini adalah salah tengkorak Homo Soloensis yang ditemukan oleh Ter Haar, Oppenoorth, dan von Konigwald di Ngandong pada tahun 1936 – 1941.
Pada Zaman Mesolitikum terdapat tiga macam kebudayaan yang berbeda satu sama lain, yaitu kebuadayaan:
  1. Bascon – Hoabin,
  2. Toale, dan
  3. Sampung.

Ketiga kebudayaan itu diperkirakan datang di Indonesia hampir bersamaan waktunya.
Kebudayaan Bascon – Hoabin ditemukan dalam goa – goa dan bukit – bukit kerang di Indo Cina, Siam, Malaka, dan Sumatera Timur. Daerah – daerah itu merupakan wilayah yang saling berkaitan satu sama lainnya. Kebudayaan ini umumnya berupa alat dari batu kali yang bulat. Sering disebut sebagai ‘batu teras’ karena hanya dikerjakan satu sisi, sedangkan sisi yang lain dibiarkan tetap licin.
Sumateralith adalah salah jenis peralatan manusia pra aksara Indonesia yang berfungsi sebagai alat penetak, pemecah, pemotong, pelempar, penggali, dan lain – lain. Alat ini ditemukan di Sumatera dalam jumlah yang sangat banyak. Penemuan ini merupakan fenomena yang menarik karena berkaitan dengan kehidupan masyarakat pada waktu itu. Sekurang – kurangnya, penemuan itu merupakan bukti bahwa kehidupan masyarakat sudah semakin maju dengan kebutuhan yang semakin tinggi.

Sistem pertanian dilakukan dengan sederhana. Mereka menanam tanaman untuk beberapa kali dan sesudah itu ditinggalkan. Mereka berpindah ke tempat lain dan melaksanakan sistem pertanian yang sama untuk kemudian berpindah lagi. Sistem pertanian itu sangat tidak ekonomis, tetapi lebih baik dari kehidupan sebelumnya. Mereka mulai hidup menetap, meski untuk waktu yang tidak lama. Mereka telah membangun pondok – pondok yang berbentuk persegi empat siku – siku, didirikan di atas tiang – tiang kayu, diding-dindingnya diberi hiasan dekoratif yang indah.
Sedangkan peralatan yang mereka pergunakan masih terbuat dari batu, tulang, dan tanduk. Meskipun demikian, peralatan itu telah dikerjakan lebih halus dan lebih tajam. Pola umum kebudayaan dari masa neolitikum adalah pahat persegi panjang. Alat – alat perkakas yang terindah dari kebudayaan ini ditemukan di Jawa Barat dan Sumatera Selatan karena terbuat dari batu permata. Di samping itu, ditemukan beberapa jenis kapak (persegi dan lonjong) dalam jumlah yang banyak dan mata panah.
Berbagai jenis kapak yang ditemukan memiliki fungsi yang yang hampir. Pada masa neolitikum, perkembangan kapak lonjong dan beliung persegi sangat menonjol. Konon kedua jenis alat ini berasal dari daratan Asia Tenggara yang masuk ke Indonesia melalui jalan barat dan jalan timur. Persebaran kapak lonjong dan beliung persegi dapat dilihat dalam peta di bawah ini.
Berdasarkan hasil penelitian, peralatan manusia purba banyak ditemukan di berbagai wilayah, seperti daerah Jampang Kulon (Sukabumi), Gombong (Jawa Tengah), Perigi dan Tambang Sawah (Bengkulu), Lahat dan Kalianda (Sumatera Selatan), Sembiran Trunyan (Bali), Wangka dan Maumere (Flores), daerah Timor Timur, Awang Bangkal (Kalimantan Timur), dan Cabbenge (Sulawesi Selatan). Beberapa peralatan yang penting dan banyak ditemukan, di antaranya:
  • Kapak perimbas. Kapak perimbas tidak memiliki tangkai dan digunakan dengan cara menggenggam. Kapak ini ditemukan hampir di daerah yang disebutkan di atas dan diperkirakan berasal dari lapisan yang sama dengan kehidupan Pithecanthropus. Kapak jenis juga ditemukan di beberapa negara Asia, seperti Myanmar, Vietnam, Thailand, Malaysia, Pilipina sehingga sering dikelompokkan dalam kebudayaan Bascon-Hoabin.
  • Kapak penetak. Kapak penetak memiliki bentuk yang hampir sama dengan kapak perimbas, tetapi lebih besar dan kasar. Kapak ini digunakan untuk membelah kayu, pohon, dan bambu. Kapak ini ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia.
  • Kapak genggam. Kapak genggam memiliki bentuk yang hampir sama dengan kapak perimbas, tetapi lebih kecil dan belum diasah. Kapak ini juga ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Cara menggunakan kapak ini adalah menggenggam bagian yang kecil.
  • Pahat genggam. Pahat genggam memiliki bentuk lebih kecil dari kapak genggam. Menurut para ahli, pahat ini dipergunakan untuk menggemburkan tanah. Alat ini digunakan untuk mencari ubi – ubian yang dapat dimakan.
  • Alat serpih. Alat ini memiliki bentuk yang sederhana dan berdasarkan bentuknya alat diduga sebagai pisau, gurdi, dan alat penusuk. Alat ini banyak ditemukan di gua – gua dalam keadaan yang utuh. Di samping itu, alat ini juga ditemukan Sangiran (Jawa Tengah), Cabbenge (Sulawesi Selatan), Maumere (Flores), dan Timor.
  • Alat – alat dari tulang. Tampaknya, tulang – tulang binatang hasil buruan telah dimanfaatkan untuk membuat alat seperti pisau, belati, mata tombak, mata panah, dan lain – lainnya. Alat – alat ini banyak ditemukan di Ngandong dan Sampung (Ponorogo). Oleh karena itu, pembuatan alat-alat ini sering disebut kebudayaan Sampung.
  • Blade, flake, dan microlith. Alat-alat ini banyak ditemukan di Jawa (dataran tinggi Bandung, Tuban, dan Besuki); di Sumatera (di sekeliling danau Kerinci dan gua – gua di Jambi); di Flores, di Timor, dan di Sulawesi. Semua alat – alat itu sering disebut sebagai kebudayaan Toale atau kebudayaan serumpun.
Di samping kebudayaan material, masyarakat pra aksara telah memiliki atau menghasilkan kebudayaan rohani. Kebudayaan rohani mulai muncul dalam kehidupan manusia, ketika mereka mulai mengenal sistem kepercayaan. Sistem kepercayaan telah muncul sejak masa kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan. Kuburan merupakan salah satu bukti bahwa masyarakat telah memiliki anggapan tertentu dan memberikan penghormatan kepada orang telah meninggal. Masyarakat percaya bahwa orang yang meninggal, rohnya akan tetap hidup dan pergi ke suatu tempat yang tinggi. Bahkan, jika orang itu berilmu atau berpengaruh dapat memberikan perlindungan atau nasihat kepada mereka yang mengalami kesulitan.
Sebenarnya, zaman megalitikum bukan kelanjutan dari zaman batu sebelumnya. Megalitikum muncul bersamaan dengan zaman mesolotikum dan neolitikum. Pada zaman batu pada umumnya, muncul kebudayaan batu besar (megalitikum) seperti menhir, batu berundak, dolmen, dan sebagainya.
Sementara, zaman logam dibedakan menjadi 3 (tiga) zaman, yaitu:
  1. zaman Tembaga,
  2. zaman Perunggu, dan
  3. zaman Besi.
Namun, zaman Tembaga tidak pernah berkembang di Indonesia. Dengan demikian, zaman logam di Indonesia dimulai dari zaman Perunggu. Beberapa peninggalan dari zaman logam, di antaranya adalah nekara, bejana, dan kapak yang terbuat dari perunggu, serta belati dari besi.


D. PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PURBA

Zaman purba terjadi antara abad ke 15 – 7 Sebelum masehi. Usaha mula-mula di bidang keilmuan yang tercatat dalam lembaran sejarah dilakukan oleh Bangsa Mesir. Banjir Sungai Nil yang terjadi tiap tahun ikut menyebabkan berkembangnya sistem almanak, geometri dan kegiatan survey. Keberhasilan ini kemudian diikuti oleh Bangsa Babilonia dan India yang memberikan sumbangan-sumbangan yang berharga meskipun tidak seintensif kegiatan bangsa Mesir.
Pada dasarnya manusia di zaman purba hanyalah menerima semua peristiwa sebagai fakta. Sekalipun dilaksanakan pengamatan, pengumpulan data dan sebagainya, namun mereka sekedar menerima pengumpulan saja. Fakta-fakta hanya diolah sekedarnya, hanya untuk menemukan soal yang sama, yaitu common denominator; itu pun barangkali tanpa sengaja, tanpa tujuan. Kalaupun ada penegasan atau keterangan, maka keterangan itu senantiasa dihubungkan dengan dewadewa dan mistik. Oleh karena itulah pengamatan perbintangan menjelma menjadi astrologi.
Pengamatan yang dilakukan oleh manusia pada zaman purba, yang menerima fakta sebagai brute facts atau on the face value, menunjukkan bahwa manusia di zaman purba masih berada pada tingkatan sekedar menerima, baik dalam sikap maupun dalam pemikiran (receptive attitude dan receptive mind) (Santoso, 1977: 27).
Perkembangan pengetahuan dan kebudayaan manusia pada zaman purba dapat dirunut jauh ke belakang, bahkan sebelum abad ke-15 SM, terutama pada zaman batu. Pengetahuan pada masa itu diarahkan pada pengetahuan yang bersifat praktis, yaitu pengetahuan yang member manfaat langsung kepada masyarakat. Kapan dimulainya zaman batu tidak dapat ditentukan dengan pasti, namun para ahli berpendapat bahwa zaman batu berlangsung selama jutaan tahun. Sesuai dengan namanya, zaman batu, pada masa itu manusia menggunakan batu sebagai peralatan. Hal ini tampak dari temuan-temuan seperti kapak yang digunakan untuk memotong dan membelah. Selain menggunakan alat-alat yang terbuat dari batu, manusia pada zaman itu juga menggunakan tulang binatang. Alat yang terbuat dari tulang binatang antara lain digunakan menyerupai fungsi jarum untuk menjahit.
Ditemukannya benda-benda hasil peninggalan pada zaman batu merupakan suatu bukti bahwa manusia sebagai makhluk berbudaya mampu berkreasi untuk mengatasi tantangan alam sekitarnya. Seiring dengan perkembangan waktu, benda-benda yang dipergunakan pun mengalami kemajuan dan perbaikan. Penemuan dilakukan berdasarkan pengamatan, dan mungkin dilanjutkan dengan percobaan-percobaan tanpa dasar, menuruti proses trial and error.
Akhirnya, dari proses trial and error, yang memakan waktu ratusan bahkan ribuan tahun inilah terjadi perkembangan dan penyempurnaan pembuatan alat-alat yang digunakan, sehingga manusia menemukan bahan dasar pembuatan alat yang baik dan kuat serta hasilnya pun menjadi lebih baik. Dengan demikian tersusunlah pengetahuan know how. Dalam bentuk know how itulah penemuan-penemuan tersebut diwariskan kepada generasi-generasi selanjutnya. Perkembangan kebudayaan terjadi lebih cepat setelah manusia menemukan dan menggunakan api dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memanfaatkan api untuk menghangatkan tubuhnya, ketergantungan manusia akan iklim menjadi berkurang. Api kemudian juga digunakan untuk memasak dan perlengkapan dalam berburu. Di zaman yang lebih maju nantinya, arti api menjadi lebih penting. Pengetahuan tentang proses pemanasan dan peleburan merintis jalan pada pembuatan alat dari tembaga, perunggu dan besi. Dalam catatan sejarah misalnya, peralatan besi digunakan pertama kali di Irak abad ke-15 SM (Brouwer, 1982 : 6). Perkembangan pengetahuan secara lebih cepat terjadi beberapa ribu tahun sebelum masehi. Peristiwa ini terjadi ketika manusia berada pada zaman batu muda (neolithikum).
Pada masa ini mulailah revolusi besar dalam cara hidup manusia. Manusia mulai mengenal pertanian, mengenal kehidupan bermukim (menetap), membangun rumah, mengawetkan makanan, memulai irigasi, dan mulai beternak hewan. Pada masa itu juga telah muncul kemampuan menulis, membaca dan berhitung. Dengan adanya kemampuan menulis, beberapa peristiwa penting dapat dicatat dan kemudian dapat dibaca oleh orang lain sehingga akan lebih cepat disebarkan. Kemampuan berhitung juga sangat menunjang perkembangan pengetahuan karena catatan tentang suatu peristiwa menjadi lebih lengkap dengan data yang relatif lebih teliti dan lebih jelas.
Menurut Anna Poedjiadi (1987 : 28-32) pada zaman purba perkembangan pengetahuan telah tampak pada beberapa bangsa, seperti Mesir, Babylonia, Cina dan India. Ada keterakitan dan saling pengaruh antara perkembangan pemikiran di satu wilayah dengan wilayah lainnya. Pembuatan alat-alat perunggu di Mesir abad ke-17 SM memberi pengaruh terhadap perkembangan teknik yang diterapkan di Eropa. Bangsa Cina abad ke-15 SM juga telah mengembangkan teknik peralatan perunggu di jaman Dinasti Shang, sedangkan peralatan besi sebagai perangkat perang sudah dikenal pada abad ke-5 SM pada zaman Dinasti Chin. India memberikan sumbangsih yang besar dalam perkembangan matematik dengan penemuan sistem bilangan desimal. Pemikiran Budhisme yang diadopsi oleh raja Asoka, kaisar ketiga Dinasti Maurya, telah menyumbangkan sistem bilangan yang menjadi titik tolak perkembangan sistem bilangan pada zaman modern. India bahkan sudah menemukan roda pemutar untuk pembuatan tembikar pada abad ke-30 SM.
Sayangnya peradaban yang sudah maju itu mengalami kepunahan pada abad ke-20 SM, baik karena bencana alam maupun peperangan. Secara umum dapat dinyatakan bahwa pengetahuan pada zaman purba ditandai dengan adanya lima kemampuan, yaitu :
  1. pengetahuan didasarkan pada pengalaman (empirical knowledge);
  2. pengetahuan berdasarkan pengalaman itu diterima sebagai fakta dengan sikapreceptive mind, dan kalau pun ada keterangan tentang fakta tersebut, maka keterangan itu bersifat mistis, magis, dan religius;
  3. kemampuan menemukan abjad dan sistem bilangan alam sudah menampakkan perkembangan pemikiran manusia ke tingkat abstraksi;
  4. kemampuanmenulis, berhitung, menyusun kalender yang didasarkan atas sintesaterhadap hasil abstraksi yang dilakukan; dan
kemampuan meramalkan peristiwa-peristiwa fisis atas dasar peristiwa-peristiwa sebelumnya yang pernah terjadi, misalnya gerhana bulan dan matahari.

E. JENIS – JENIS MANUSIA PURBA
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa pada zaman atau kala Pleistosin hidup beberapa jenis manusia purba. Secara ringkas kehidupan manusia purba disajikan dalam tabel di bawah ini.
Homo Sapiens merupakan perkembangan dari jenis manusia sebelumnya dan telah menunjukkan bentuk seperti manusia pada masa sekarang. Fosil jenis manusia ini ditemukan di beberapa daerah di Indonesia.

F. MENGENAL API.
Dari proses trial and error, yang memakan waktu ratusan bahkan ribuan tahun inilah terjadi perkembangan dan penyempurnaan pembuatan alat-alat yang digunakan, sehingga manusia menemukan bahan dasar pembuatan alat yang baik dan kuat serta hasilnya pun menjadi lebih baik. Dengan demikian tersusunlah pengetahuan know how. Dalam bentuk know how itulah penemuan-penemuan tersebut diwariskan kepada generasi-generasi selanjutnya. Perkembangan kebudayaan terjadi lebih cepat setelah manusia menemukan dan menggunakan api dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memanfaatkan api untuk menghangatkan tubuhnya, ketergantungan manusia akan iklim menjadi berkurang. Api kemudian juga digunakan untuk memasak dan perlengkapan dalam berburu. Di zaman yang lebih maju nantinya, arti api menjadi lebih penting. Pengetahuan tentang proses pemanasan dan peleburan merintis jalan pada pembuatan alat dari tembaga, perunggu dan besi. Dalam catatan sejarah misalnya, peralatan besi digunakan pertama kali di Irak abad ke-15 SM (Brouwer, 1982 : 6).

H. SISTEM KEPERCAYAAN
Sistem Kepercayaan Manusia Praaksara
Sistem kepercayaan telah berkembang pada masa manusia praaksara. Mereka menyadari bahwa ada kekuatan lain di luar mereka. Oleh sebab itu, mereka berusaha mendekatkan diri dengan kekuatan tersebut. Caranya ialah dengan mengadakan berbagai upacara, seperti pemujaan, pemberian sesaji, atau upacara ritual lainnya. Beberapa sistem kepercayaan manusia purba adalah seperti berikut.
a. Animisme
Animisme adalah kepercayaan terhadap roh yang mendiami semua benda. Manusia purba percaya bahwa roh nenek moyang masih berpengaruh terhadap kehidupan di dunia. Mereka juga memercayai adanya roh di luar roh manusia yang dapat berbuat jahat dan berbuat baik. Roh-roh itu mendiami semua benda, misalnya pohon, batu, gunung, dsb. Agar mereka tidak diganggu roh jahat, mereka memberikan sesaji kepada roh-roh tersebut.
b. Dinamisme
Dinamisme adalah kepercayaan bahwa segala sesuatu mempunyai tenaga atau kekuatan yang dapat memengaruhi keberhasilan atau kegagalan usaha manusia dalam mempertahankan hidup. Mereka percaya terhadap kekuatan gaib dan kekuatan itu dapat menolong mereka. Kekuatan gaib itu terdapat di dalam benda-benda seperti keris, patung, gunung, pohon besar, dll. Untuk mendapatkan pertolongan kekuatan gaib tersebut, mereka melakukan upacara pemberian sesaji, atau ritual lainnya.
c. Totemisme
Totemisme adalah kepercayaan bahwa hewan tertentu dianggap suci dan dipuja karena memiliki kekuatan supranatural. Hewan yang dianggap suci antara lain sapi, ular, dan harimau.
Dalam melaksanakan upacara penyembahannya, manusia purba membuat berbagai bangunan dari batu. Masa ini disebut sebagai kebudayaan Megalithik atau Megalithikum (kebudayaan batu besar). Bangunan-bangunan tersebut masih dapat ditemui saat ini. Sarana upacara ritual manusia purba antara lain seperti berikut.
(1) Peti kubur batu, bangunan yang berfungsi sebagai peti jenazah. Peti kubur ada yang berbentuk kotak persegi panjang, ada pula yang berbentuk kubus dan memiliki tutup dari batu bergambar (disebut juga waruga), serta ada pula yang berbentuk menyerupai mangkuk (disebut juga sarkofagus). Di dalamnya, selain jenazah, juga terdapat ‘bekal kubur’.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Asal usul manusia berkaitan dengan teori evolusi. Tokoh yang mengeluarkan
teori evolusi ialah Charles Darwin. Berdasarkan teorinya, Darwin mencoba memberikan jawaban tentang asal-usul manusia dan bagaimana manusia itu mengalami perkembangan secara fisik. Penemuan manusia purba di Indonesia dapat menjelaskan tentang asal usul dan penyebaran manusia di Indonesia. Berdasarkan penemuan-penemuan tersebut maka timbul berbagai teori mengenai asal usul dan persebaran manusia di Indonesia.

B.  Saran
Demikianlah makalah ini saya susun dengan baik. Semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Penulis menyadari makalah ini masih banyak kekurangan, maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk menyempurnakan makalah ini .






















DAFTAR PUSTAKA

Mustafa Shodiq . 2006. Wawasan Sejarah 1 Indonesia dan Dunia. Solo : Tiga Serangkai
Mustopo Habib. 2007. Sejarah 1. Jakarta : Yudhistira
http://fitrinuraenialhafidza.wordpress.com/2013/02/19/makalah-asal-usul-penyebaran-dan-pengaruh-nenek-moyang-bangsa-indonesia/







No comments:

Post a Comment