KATA PENGANTAR
Saya ucapkan puji syukur atas kehadirat Allah
SWT, karena atas rahmat dan petunjuk-Nya, serta nikmat dan hidayah-Nya, saya
dapat menyalesaikan tugas makalah. Makalah ini membahas tentang bahan-bahan kimia pada produk
ditergent ini telah saya susun guna menyelesaikan tugas kimia .
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari harapan
sempurna, untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran atas terbuatnya makalah
ini. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca umumnya. Amin .
Peranap,
12 September 2014
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Reaksi
sulfatasi ialah reaksi pemasukan gugus –OSO3H ke dalam suatu
senyawa, sedangkan sulfonasi adalah reaksi pemasukan gugus -SO3H ke
dalam suatu senyawa. Proses ini banyak dilakukan atau dikenakan terhadap
senyawa-senyawa organic. Jadi proses sulfatasi hampir sama dengan proses
sulfonasi hanya beda pada gugus yang dimasukkan,kedua proses tersebut dapat
terjadi bersama-sama untuk suatu kondisi tertentu,tergantung senyawa yang
diproses.
Umumnya proses ini dikenakan terhadap gliserida-gliserida asam lemak jenuh atau
tidak jenuh yang mengandung gugus OH karena hasilnya lebih mahal atau
bermanfaat.
Senyawa-senyawa yang dapat dikenakan proses sulfatasi
atau sulfonasi antara lain hidro karbon ikatan tidak jenuh, pulp terutama
ligninnya, minyak tumbuh-tumbuhan atau hewani terutama minyak ikan.
Hasil proses
sulfatasi/sulfonasi tidak langsung dapat dimanfaatkan untuk proses lain atau
dipasarkan, agar memenuhi standar kebutuhan maka harus dilakukan pengolahan seperti
pemisahan dan pemurnian. Salah satu pemanfaatan proses sulfonasi di dalam industri
dapat ditemui dalam industri pembuatan deterjen.
B.
Rumusan
masalah
- Menjelaskan Sejarah Deterjen
- Menjelaskan Zat-zat yang Terdapat di Dalam Deterjen
- Menjelaskan Penggolongan Deterjen
- Menjelaskan Bahan Baku Pembuatan Deterjen
- Menjelaskan Pembuatan Deterjen
- Menjelaskan Dampak Deterjen terhadap Lingkungan
- Menjelaskan Penanggulangan Limbah Deterjen
- Menjelaskan Pabrik Deterjen di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
- Sejarah Deterjen
Deterjen sintetik yang pertama dikembangkan oleh Jerman pada waktu
Perang Dunia II dengan tujuan agar lemak dan minyak dapat digunakan untuk
keperluan lainnya. Pada saat ini ada lebih 1000 macam deterjen sintetik yang
ada di pasaran. Fritz Gunther, ilmuwan Jerman, biasa disebut sebagai
penemu surfactant sintetis dalam deterjen tahun 1916. Namun, baru tahun
1933 deterjen untuk rumah tangga diluncurkan pertama kali di AS. Kelebihan
deterjen, mampu lebih efektif membersihkan kotoran meski dalam air yang
mengandung mineral. Tapi, ia pun menimbulkan masalah. Sebelum tahun
1965, deterjen menghasilkan limbah busa di sungai dan danau. Ini karena umumnya
deterjen mengandung alkylbenzene sulphonate yang sulit terurai. Setelah
10 tahun dilakukan penelitian (1965), ditemukan linear alkylbenzene
sulphonate (LAS) yang lebih ramah lingkungan. Bakteri dapat cepat
menguraikan molekul LAS, sehingga tidak menghasilkan limbah busa.
Salah satu deterjen yang pertama dibuat adalah garam natrium dari lauril
hidrogen sulfat. Tetapi pada saat ini, kebanyakan deterjen adalah garam dari
asam sulfonat.Deterjen dalam kerjanya dipengaruhi beberapa hal, yang terpenting
adalah jenis kotoran yang akan dihilangkan dan air yang digunakan. Deterjen,
khususnya surfaktannya, memiliki kemampuan yang unik untuk mengangkat kotoran,
baik yang larut dalam air maupun yang tak larut dalam air. Salah satu ujung
dari molekul surfaktan bersifat lebih suka minyak atau tidak suka air
(hidrofobik), akibatnya bagian ini mempenetrasi kotoran yang berminyak. Ujung
molekul surfaktan satunya lebih suka air (hidrofilik), bagian inilah yang
berperan mengendorkan kotoran dari kain dan mendispersikan kotoran, sehingga
tidak kembali menempel ke kain. Akibatnya warna kain akan dapat dipertahankan.
- Zat-zat yang Terdapat di Dalam Deterjen
Adapun Zat-zat yang terdapat dalam deterjen yaitu:
- Surfaktan yaitu untuk mengikat lemak dan membasahi permukaan
- Abrasive untuk menggosok kotoran
- Substansi untuk mengubah pH yang mempengaruhi penampilan ataupun stabilitas dari komponen lain
- Water softener untuk menghilangkan efek kesadahan
- Oxidants untuk memutihkan dan menghancurkan kotoran
- Material lain selain surfaktan untuk mengikat kotoran didalam suspensi
- Enzim untuk mengikat protein, lemak, ataupun karbohidrat didalam kotoran.
- Penggolongan Deterjen
1 Penggolongan Deterjen Berdasarkan Bentuk Fisiknya.
Berdasarkan bentuk fisiknya deterjen dibedakan atas :
- Deterjen Cair
- Deterjen Krim
- Deterjen Bubuk
2 Penggolongan Deterjen Berdasarkan Ion yang
Dikandungnya.
Berdasarkan ion yang dikandungnya, deterjen dibedakan atas :
1. Cationic detergents
Deterjen yang memiliki kutub positif disebut sebagai
cationic detergents. Sebagai tambahan selain adalah bahan pencuci yang bersih,
mereka juga mengandung sifat antikuman yang membuat mereka banyak digunakan di
rumah sakit. Kebanyakan deterjen jenis ini adalah turunan dari ammonia.
2. Anionic detergents
Deterjen jenis ini adalah merupakan deterjen yang
memiliki gugus ion negatif.
3. Neutral atau Non-ionic Detergents
Nonionic detergen banyak digunakan untuk keperluan
pencucian piring. Karena deterjen jenis ini tidak memiliki adanya gugus ion
apapun, deterjen jenis ini tidak bereaksi dengan ion yang terdapat dalam air
sadah. Nonionic detergents kurang mengeluarkan busa dibandingkan dengan ionic
detergents.
- Bahan Baku Pembuatan Deterjen
1 Bahan Aktif (Active Ingredients)
Bahan aktif merupakan bahan inti dari deterjen
sehingga bahan ini harus ada dalam proses pembuatan deterjen. Secara kimia
bahan ini dapat berupa sodium lauryl sulfonate (SLS). Beberapa nama dagang dari
bahan aktif ini diantaranya Luthensol, Emal, dan Neopelex (NP). Di pasar
beredar beberapa jenis Emal dan NP, yaitu Emal-10, Emal-20, Emal-30, NP-10,
NP-20, dan NP-30. Secara fungsional bahan aktif ini mempunyai andil dalam
meningkatkan daya bersih. Ciri dari bahan aktif adalah busanya sangat banyak.
2 Bahan Pengisi (Filler)
Bahan ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh
campuran bahan baku. Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau
memperbesar volume. Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku deterjen
semat-mata ditinjau dari aspek ekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan pengisi
deterjen digunakan sodium sulfat. Bahan lain yang sering digunakan sebagai
bahan pengisi, yaitu tetra sodium pyrophosphate dan sodium sitrat. Bahan
pengisi ini berwarna putih, berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam air.
3 Bahan Penunjang
Salah satu contoh bahan penunjang adalah soda ash atau
sering disebut soda abu yang berbentuk bubuk putih. Bahan penunjang ini
berfungsi meningkatkan daya bersih. Keberadaan bahan ini dalam campuran tidak
boleh terlalu banyak karena menimbulkan efek samping, yaitu dapat mengakibatkan
rasa panas di tangan pada saat mencuci pakaian. Bahan penunjang lain adalah
STTP (sodium tripoly phosphate) yang mempunyai efek samping yang positif, yaitu
dapat menyuburkan tanaman. Dalam kenyataannya, ada beberapa konsumen yanhg
menyiramkan air bekas cucian produk deterjen tertentu ke tanaman dan hasilnya
lebih subur. Hal ini disebabkan oleh kandungan fosfat yang merupakan salah satu
unsur dalam jenis pupuk tertentu.
4 Bahan Tambahan (Aditif)
Bahan aditif sebenarnya tidak harus ada dalam proses
pembuatan deterjen bubuk. Namun demikian, beberapa produsen justru selalu
mencari hal-hal baru akan bahan ini karena justru bahan ini dapat memberi
kekhususan dan nilai lebih pada produk deterjen tersebut. Dengan demikian,
keberadaan bahan aditif dapat mengangkat nilai jual produk deterjen bubuk
tersebut.
Salah satu contoh dari bahan aditif adalah carboxyl
methyl cellulose (CMC). Bahan ini berbentuk serbuk putih dan berfungsi untuk
mencegah kembalinya kotoran ke pakaian sehingga disebut “antiredeposisi”.
Selain CMC, masih banyak macam dari bahan aditif ini, tetapi pada umumnya
merupakan rahasia dari tiap-tiap perusahaan. Ini sebenarnya merupakan tantangan
bagi pelaku wirausaha untuk selalu mencari bahan aditif ini sehingga produk
deterjen bubuk mempunyai nilai lebih dan berdaya saing tinggi.
5. Bahan
Pewangi (Parfum)
Parfum termasuk dalam bahan tambahan. Keberadaan
parfum memegang peranan besar dalam hal keterkaitan konsumen akan produk
deterjen bubuk. Artinya, walaupun secara kualitas deterjen bubuk yang
ditawarkan bagus, tetapi bila salah memberi parfum akan berakibat fatal dalam
penjualannya. Parfum untuk deterjen berbentuk cairan berwarna kekuning-kuningan
dengan berat jenis 0,9. Dalam perhitungan, berat parfum dalam gram (g) dapat
dikonversikan ke mililiter (ml). Sebagai patokan 1 g parfum = 1,1 ml.
Pada dasarnya, jenis parfum untuk deterjen dapat
dibagi ke dalam dua jenis, yaitu parfum umum dan parfum eksklusif. Parfum umum
mempunyai aroma yang sudah dikenal umum di masyarakat, seperti aroma mawar dan
aroma kenanga. Pada umumnya, produsen deterjen bubuk menggunakan jenis parfum
yang eksklusif. Artinya, aroma dari parfum tersebut sangat khas dan tidak ada
produsen lain yang menggunakannya. Kekhasan parfum eksklusif ini diimbangi
dengan harganya yang lebih mahal dari jenis parfum umum.
Beberapa nama parfum yang digunakan dalam pembuatan
deterjen bubuk diantaranya bouquet, deep water, alpine, dan spring
flower.
Antifoam
Cairan antifoam digunakan khusus untuk pembuatan
deterjen bubuk untuk mesin cuci. Bahan tersebut berfungsi untuk meredam
timbulnya busa. Persentase keberadaan senyawa ini dalam formula sangat sedikit,
yaitu berkisar antara 0,04-0,06%.
- Pembuatan Deterjen
Bahan dasarnya adalah dodekil benzena. Reaksi
dilakukan dalam reaktor bersisi kaca yang dipasang dengan mixer efisien.
Dodekil benzena dimasukkan ke dalam reaktor kaca dicampur dengan asam 22%
oleum, pada suhu antara 32-46°C. Kemudian dicampurkan pada suhu 46°C selama
kurang lebih 2 jam sampai reaksi selesai. Tahapan berikutnya netralisasi dengan
NaOH yang memberikan 60% alkil aril sulfonat dan 40% diluet (natrium sulfat).
Adapun pembuatan deterjen dengan berbagai jenis
deterjen dilakukan sebagai berikut :
1 Pembuatan Detergen Anionik
a. Alkil aril sulfonat.
Alkil aril sulfonat terbentuk dari sulfonasi alkil
benzena, alkil benzena mengandung inti dengan satu atau lebih rangkaian
alifatik (alkil). Inti alkil benzena bisa benzena, toluene, xylena, atau fenol.
Alkil benzena yang biasa digunakan adalah jenis DDB (deodecil benzena).
Pembuatan deodecil benzena (C6H6C12H25)
dilakukan dengan alkilasi benzena dengan alkena (C12H24)
dibantu dengan katalis asam. Alkilasi benzena kemudian dilakukan reaksi Fiedel
Craft. Detergen alkil benzena yang dihasilkan melalui proses Fiedel-Craft
memliki sifat degradasi biologis yang buruk karena terdapat 300 isomer dari
propilen tetramer.
b. Olefin sulfat dan
sulfonat.
Diproses dengan tiga cara, yaitu :
b.1 Proses Oxo
Olefin direksikan dengan karbon monoksida dan hidrogen
pada suhu 160°C sampai 175°C dengan tekanan 100-250 atm, menghasilkan aldehida.
Aldehida kemudian dihidrogenasi dengan bantuan nikel sebagai katalis sehingga
menghasilkan suatu senyawa alkohol. Aldehida berkurang pada saat terbentuknya
alkohol. Alkohol yang dihasilkan dari proses oxo sebagian besar memiliki berat
molekul kecil dibandingkan berat molekul alkohol alami. Oxo-alkohol yang
memiliki berat molekul tinggi mengalami sulfonasi. Alkohol ini banyak digunakan
untuk kosmetik dan produk cairan rumah tangga (tidak digunakan untuk bahan
dasar pembuatan detergen).
b.2 Proses Alfol ( Proses
Ziegar)
Pada proses ini aluminium trietil dihilangkan dengan
logam aluminium dan hidrogen untuk menghasilkan dietilaluminium hidrida.
Hidrida dihilangkan dengan etena untuk menghasilkan 3 mol aluminium trietil.
Dua pertiganya didaur ulang, sementara sisa trietil direaksikan dengan etena
untuk menghasilkan campuran berat molekul tinggi pada aluminium alkil. Kemudian
alkil aluminium dioksidasi dan dihidrolisis dengan air untuk menghasilkan
alkohol dan aluminium hidroksida.
b.3 Proses WI. Welsh
Pada proses ini alfa olefin direaksikan dengan
hidrogen bromida dengan bantuan peroksida atau cahaya ultraviolet. Alkil
bromida diubah menjadi ester melalui logam halida yang katalisasi dengan asam
organik. Ester kemudian dihidrolisis menghasilkan alkohol. Reaksinya :
2 Pembuatan Detergen Kationik
a. Amina asetat (RNH3)OOCCH3
Dihasilkan dengan menetralisasi amina lemak dengan
asam asetat dan dapat larut dalam air.
b. Alkil trimetil ammonium
klorida (RN(CH3))3+Cl-
Dihasilkan dari alkilasi lengkap amina lemak atau
tetriari amina dengan alkil halida lemak. Reaksi :
1. R-NH2 + 3 CH3Cl → RN(CH2)2Cl
+ HCl
2. R2NH + 2 CH2Cl → R2N(CH2)2Cl
+ HCl
3 Detergen Nonionik
Pembuatan detergen nonionik adalah :
a. Etilen oksida
Proses pembuatannya dengan mereaksikan senyawa yang
mengandung kelompok hidrofobik dengan etilen oksida atau propilen oksida,
dilakukan pada suhu 150-220°C. Hasil yang diperoleh dinetralkan dengan 30% asam
sulfur dan asam asetat glasial.
b. Amina
oksida
Proses
pembuatannya dengan mengoksidasi amina tetriari. d. Detergen amfoterik Proses
pembuatannya yaitu amina lemak dasar (lauril amina) direksikan dengan metil
akrilat untuk menghasilkan ester N-lemak-amino propionik. Kemudian
disaponifikasi dengan NaOH membentuk garam natrium.
- Dampak Deterjen terhadap Lingkungan
Masalah
yang ditimbulkan akibat pemakaian detergen terletak pada pemakaian jenis
surfaktan dan gugus pembentuk.
a.
Akibat Surfaktan
Di dalam
air, sisa detergen harus mampu mengalami degradasi (penguraian) oleh
bakteri-bakteri yang umumnya terdapat di alam. Lambatnya proses degradasi ini
mengakibatkan timbulnya busa di atas permukaan air, dalam jumlah yang makin
lama makin banyak. Hal ini disebabkan oleh bentuk struktur surfaktan yang
dipakai. Jika struktur kimia berupa rantai lurus, gugus surfaktan ini mudah
diuraikan.
C-C-C-C-C-C-C-C-C-
(terurai cepat)
SO3Na
Sedangkan
jika struktur berupa rantai bercabang, maka surfaktan ini sulit dipecahkan.
C
C-C-C-C-C-C-C-C-C-
(terurai lambat)
C
SO3Na
b. Akibat
Gugus Pembentukan
Masalah
yang ditimbulkan oleh gugus pembentuk yaitu gugus ini akan mengalami hidrolisis
yang menghasilkan ion ortofosfat.
P3O105- +
2H2O → 2HPO42- + H2PO4-
Kedua
gugus ini sangat berpengaruh dalam proses eutrofikasi, yang bisa mengakibatkan
tanaman alga dan tanaman air tumbuh secara liar.
- Penanggulangan Limbah Deterjen
Pada
produksi surfaktan anionik digunakan H2SO4 encer dengan
reaktor film tipis. Terdapat dua macam limbah atau buangan utama yang harus
diperhatikan yaitu limbah air cucian dari pembersih bejana yang dinetralkan dan
sisa SO3 yang tidak bereaksi.
Air
cucian biasanya sedikit mengandung bahan aktif permukaan anionik yang biasanya
diolah dengan proses biologi yang serupa dengan pengolahan limbah utama.
Degradasi bakterial pada kondisi aerob mengubah surfaktan anionik menjadi
karbon dioksida dan air. Limbah asam dari reactor dicuci dan dinetralisasi
dengan air kapur membentuk kalsium sulfat yang tidak larut. Gas sulfonat yang
dihasilkan dialirkan ke dalam siklon untuk memisahkan kabut asam dari gas-gas.
Asam hasil pemisahan di masukkan kembali ke aliran produknya dan bila gas itu
masih mengandung SO3 akan dilewatkan kembali ke zona reaksi. Gas
cerobong yang mengandung SO2 dan SO3 mula-mula akan
dilewatkan ke dalam pengendap elektrostatik untuk mengusir asam sulfat dan asam
sulfit yang mungkin terbentuk karena adanya uap dalam instalasinya. Gas dari
pengendapan akan dimasukkan ke dalam suatu penggosok arus, yang akan bercampur
dengan suatu larutan soda kaustik di dalam air. Proses ini digunakan untuk
mengusir semua residu SO2 dan SO3, sehingga dihasilkan
udara bersih.
- Pabrik Deterjen di Indonesia
Salah
satu dari sekian banyak deterjen yang beredar di Indonesia adalah Rinso. Rinso
diluncurkan sebagai merek deterjen pertama di negara ini. Akan tetapi,
sebenarnya ini adalah merek yang paling lazim digunakan di Amerika Serikat,
Inggris dan Australia sejak tahun 1918. Pada tahun 1970 setelah menyadari
potensi bangsa ini Unilever memposisikan Indonesia sebagai pangkalan Rinso.
Beberapa
produk deterjen dari Rinso adalah sebagai berikut
1. Rinso
Matic Top Load dan Rinso Matic Front Load
Mesin
cuci bukaan atas membutuhkan deterjen dengan tingkat bahan aktif tinggi,
seperti Rinso Matic Top Load. Busa melimpah yang dihasilkan oleh deterjen ini
tidak memberatkan motor mesin cuci bukaan atas, sehingga hasil pencucian
menjadi bersih.
Lain
halnya dengan mesin cuci bukaan depan, busa yang melimpah dapat membuat mesin
cuci bekerja lebih berat. Akibatnya, umur motor mesin menjadi lebih pendek dan
pakaian tak akan bersih secara sempurna. Oleh karena itu, gunakan deterjen
dengan bahan aktif rendah namun memiliki alkalinitas aktif dan kadar enzim
tinggi seperti Rinso Matic Front Load.
2. Rinso
Cair dan Rinso Molto Ultra Cair
Busanya
lebih banyak daripada deterjen bubuk biasa yang membuat Rinso Cair mampu
membersihkan lebih efektif dalam proses pencucian. Tidak ada sisa butir-butir
deterjen setelah proses pencucian, seperti yang umum terjadi dalam proses
pencucian menggunakan deterjen bubuk.
3. Rinso Molto Ultra dan Rinso Color and Care
Rinso Molto Ultra dan Rinso Color and Care adalah
deterjen bubuk dengan fungsi tambahan. Rinso Molto Ultra mengkombinasikan daya
cuci hebat dari Rinso Anti Noda dengan kelembutan dan kesegaran dari Molto
Ultra sehingga hasil cucian menjadi bersih menyeluruh hingga kedalam serat kain
dan mengandung softening beads untuk hasil yang ekstra lembut.
4. Rinso Anti Noda
Rinso anti noda telah memperkenalkan kemampuannya
dalam “menghilangkan noda dalam 1 kali kucek” dan merupakan salah satu produk
deterjen terbaik Indonesia.
BAB III
KESIMPULAN
Reaksi sulfatasi ialah reaksi pemasukan gugus –OSO3H
ke dalam suatu senyawa, sedangkan sulfonasi adalah reaksi pemasukan gugus -SO3H
ke dalam suatu senyawa. Salah satu contoh penerapan proses sulfonasi pada
industri dapat ditemui dalam industri deterjen. Proses pembuatan deterjen yang
berbahan baku dodekil benzena adalah sebagi berikut dimana dodekil benzena
dimasukkan ke dalam reaktor kaca dicampur dengan asam 22% oleum, pada suhu
antara 32-46°C. Kemudian dicampurkan pada suhu 46°C selama kurang lebih 2 jam
sampai reaksi selesai. Tahapan berikutnya netralisasi dengan NaOH yang
memberikan 60% alkil aril sulfonat dan 40% diluet (natrium sulfat).
Salah satu pabrik deterjen di Indonesia adalah Rinso dari Unilever. Produk yang
dihasilkan antara lain adalah Rinso Matic Top Load dan Rinso Matic Front Load,
Rinso Cair dan Rinso Molto Ultra Cair, Rinso Molto Ultra dan Rinso Color and
Care, dan Rinso Anti Noda. Produksi deterjen di Indonesia meningkat setiap
tahunnya dan berdasarkan hasil peramalan produksi deterjen di Indonesia pada
tahun 2023 dan 2033 adalah 1164310,71 ton dan 1461060,71 ton.
DAFTAR
PUSTAKA
http://ocw.usu.ac.id/course/download/4140000062-teknologi-oleokimia/tkk-322_handout_deterjen.pdf
(5 Mei 2013)
terimakasih sangat berguna untuk tugas saya
ReplyDelete